Senin, 09 November 2009

RENUNGAN DI BULAN NOVEMBER

sumber gambar :
http://panjikrishna.blogspot.com/2008_11_01_archive.html


Ingatan kita tentang 10 November, adalah tentang penyapu bersihan hampir di seluruh pelosok kota Surabaya terhadap rakyat Indonesia oleh tentara Inggris. Renungan tentang perjuangan rakyat Indonesia yang melawan konpirasi merugikan antara pihak sekutu Inggris – Belanda. Perlawanan yang di luar dugaan pihak Belanda, sekaligus menjadi titik balik tersendiri bagi pihak Belanda atas dugaan mereka yang salah pada waktu itu, bahwa perjuangan dalam penuntutan kemerdekaan yang mutlak ( pasca proklamasi Indonesia) pada waktu itu hanya merupakan keinginan dari sebagian pihak saja, dan tidak pernah mengakar sampai ke hati rakyat seluruh nya.

Melihat bagaimana semangat perjuangan Indonesia memutuskan tali pengahalang kesatuan diantara rakyatnya. Bersatunya para ulama, dari Nahdatul Ulama dan Masyumi, yang kemudian mereka mengerahkan para santri nya untuk terlibat langsung dalam perjuangan melawan pihak sekutu. Semangat perjuangan atas nama revolusi kemerdaan bagi bangsa Indonesia , mampu menghilangkan tujuan-tujuan yang berbeda dari para pejuangnya.

Semangat perjuangan itu sungguh menjadi sebuah renungan yang sangat bermakna untuk diresapi di bulan November ini, dengan kondisi bangsa Indonesia yang sekarang. Saat setiap nilai-nilai kemerdekaan itu, perlahan-lahan menjadi semakin buram. Tujuan dari sebuah kemerdekaan itu sendiri pun kini telah berbeda.

Pada bulan November tahun 1945, Bung Tomo dengan hebat nya menyulut semangat rakyat untuk berjuang dalam semangat persatuan bagi revolusi kemerdekaan Indonesia waktu itu. Pada bulan November saat ini, setiap orang, setiap Instansi atau pun golongan, berjuang untuk saling menjatuhkan satu sama lain. Menghancurkan citra golongan yang lain, hanya untuk menutupi kehancurannya sendiri di mata publik.

Mereka seperti para lakon, yang memainkan peranannya masing-masing di atas panggung politik. Mereka berdrama tanpa berdasar pada naskah dan tanpa berdasar pada tujuan bersama bangsa ini. Mereka dituntut untuk menjadi “sosok pahlawan” bagi golongan dan kepentingannya masing-masing. Mereka saling menjatuhkan dan bahkan menjatuhkan tokoh lainnya, yang dinggap berbeda tujuan dan hanya akan menghalangi ambisi masing-masing. Di bangku penonton, masyarakat dipaksa untuk melihat dan menentukan sendiri “sosok pahlawan” dari drama konspirasi di negeri ini. Semakin waktu, drama tersebut hanya membuat masyarakat sebagai penonton, semakin kehilangan kepercayaan kepada setiap tokoh-tokohnya, yang hanya mementingkan ambisi dan kepentingan pribadi ataupun golongan tertentu.

Di bulan November ini, bangsa Indonesia memang harus merenungkan kembali arti dari sebuah kemerdekaan. Sebab masalah utama bangsa Indonesia saat ini adalah penyalahgunaan hak-hak kemerdekaan individu/golongan, yang menyalahi konteks kemerdekaan para pahlawan terdahulu. Penyalahgunaan hak-hak kemerdekaan inilah yang menimbulkan ketidak percayaan antara satu individu dengan individu lainnya dan antara satu golongan dengan golongan lainnya. Terutama kehilangan kepercayaan masyarakat terhadap pelaksanaan sistem pemerintahan oleh para aparat nya.

Masyarakat Indonesia telah lama mengalami krisis kepercayaan hampir terhadap seluruh aparat negara. Masyarakat Indonesia telah lama kehilangan tokoh-tokoh yang mampu merangkul kembali kepercayaan masyarakat. Mereka membutuhkan tokoh dalam sosok pahlawan dalam arti yang sebenar-benarnya, sosok pahlawan dengan sikap Altruisme-nya yang sejati. Sama sekali bukan ‘sosok pahlawan’ dari hasil rekayasa politik (pahlawan jadi-jadian), yang hanya menilai suatu kebenaran berdasarkan kepentingan individu/golongan-nya sendiri.

Pahlawan memandang kebenaran itu mutlak untuk kepentingan kebaikan bangsa. Menghancurkan tembok pembeda dari setiap kepentingan ego-sentris golongan. Menggunakan intuisi kebangsaannya ketika mayoritas individu lebih memilih menyelamatkan diri sendiri dengan cara menyalahgunakan kekuasaan dalam penegakkan hukum. Pastinya, hukum yang ditegakkan sesuai dengan prosedur dan fungsi dari hukum itu sendiri. Bukan hukum yang prosedur nya dijalankan berdasarkan kepentingan kekuasaan, yang menyebabkan penyalahgunaan fungsi hukum-hukum Negara.

Sosok pahlawan bagaikan hujan yang diharapkan kemunculannya di bulan November yang semestinya bulan penghujan, walaupun kenyataanya kemarau saat ini. Kemarau kepercayaan yang telah berkepanjangan yang telah menghancurkan bangsa. Kehancuran yang bersifat diakronis dan terus terjadi secara perlahan.

Meskipun di bulan penghujan ini hujan tidak turun, tapi bangsa Indonesia yakin, bahwa pahlawan itu tidak hanya ada untuk di bulan penghujan saja.

Semoga kemarau kepercayaan ini dapat segera teratasi secepatnya,sehingga kehancuran bangsa ini dalam bentuk ang lebih fatal bisa dihindari sedini mungkin. Sedang pemaknaan terhadap sosok pahlawan ini tidak hanya dilakukan oleh bangsa indonesia saat hujan turun di bulan penghujan saja, tapi disetiap hari. Bukan untuk saling menyudutkan satu sama lain, tapi untuk dimulai dari semangat altruisme dalam diri sendiri.

Senin, 02 November 2009

sebuah ironi (kemerdekaan india)






Mereka berjuang,mereka menyerukan hak-hak kemerdekaan,mereka bersatu. Lalu mereka saling membunuh dan berebut kekuasaan kembali”

****

Itulah sebuah kalimat yang paling tepat untuk menggambarkan alur perjuangan bangsa india. Sebuah negara yang mencoba bersatu, melawan penjajahan Inggris secara terus menerus, mengerahkan semua kekuatanya untuk melawan kehebatan imperialisme kerajaan Britania. Tapi pada akhirnya mereka menyia-nyiakan semua jerih payah mereka sendiri. Untuk saling membunuh isteri-isteri dan anak-anak mereka sendiri. Saling berebut kekuasaan.

Berjuang tanpa kepedulian yang sama

Sekitar pertengahan abad ke-18 Inggris yang di pimpin oleh Lord Wellesley sebagai gubernur-jenderal, mulai gencar melaksakan imperialisme di India, dimulai dari Madras,Bombay,dan Benggala lalu merambat ke kota-kota yang lainya. Daerah koloni Inggris,semakin hari adalah semakin meluas. Dan kekuasan mereka pasti lah semakin bertambah. Hingga pada pertengahan abad ke-19, pada saat gubernur-jenderal di jabat oleh Dallhousie, seluruh india berhasil di kuasai seluruhnya oleh Inggris.

Rakyat India sendiri bukan lah tanpa perlawanan dalam menghadapi kolonialisme Inggris dan sistem Imperialisme nya mereka, yang sungguh selalu menyengsarakan rakyat India. Tercatat, Banyak sudah pemberontakan-pemberontakan yang dilakukan oleh rakyat india. Baik itu dengan menggunakan senjata, atau tanpa senjata sekalipun.

Pemberontakan prajurit india ( The Indian Munity 1857-1859 ), adalah salah satu contoh dari beberapa perlwanan rakyat india terhadap pemerintahan Inggris. Lebih di kenal dengan sebutan pemberontakan Sepoy,yang di galang oleh tentara sepoy di Benggala. Mereka adalah tentara-tentara Inggris, yang di ambil dari rakyat India. Mereka di latih oleh Inggris untuk bekerja di dalam dinas tentara Inggris.

Imperialisme Inggris di India sungguh menimbulkan keadaan ekonomi yang sangat parah bagi bangsa itu. Ketimpangan ekonomi antara rakyat pribumi dengan para penjajah Inggris, adalah suatu hal yang membuat sakit hati bangsa India tentunya. Kehidupan para penjajah yang bermewah-mewahan,berbanding terbalik dengan kehidupan rakyat India yang berada dalam penderitaan juga kemiskinan yang parah.

Perlakuan terhadap tentara India pun dibedakan dengan perlakuan terhadap tentara Inggris. Tentara inggris jauh lebih di istimewakan dari pada tentara india yang tidak di perdulikan sama sekali oleh pemerintahan kolonial.

Persamaan nasib antara rakyat dan para prajurit India inilah yang membuat mereka bersatu untuk melacarkan rasa kebencian terhadap pemerintahan Inggris. Terlebih lagi pada saat itu panglima dari tentara Inggris selalu memerintahkan prajurit nya untuk menjilat unjung peluru terlebih dahulu sebelum di gunakan, untuk menghilangkan gemuk yang ada padanya. Tersiar kabar bahwa gemuk untuk peluru itu terbuat dari gajih sapi dan minyak babi. Hal itu tentu saja semakin membuat tegang suasana yang ada.

Banyak korban dari pihak tentara Inggris yang mati akibat pemberontakan sepoy. Hal itu cukup memukul kestabilan pemerintahan kolonial. Dalam pemberontakan sepoy ini, berhasil merebut ibu kota Delhi. Dan sempat ada pengangkatan Raja Mughol Bahadur shah II, yang selama itu hanya menjadi raja hulu tanah Inggris ( raja boneka), diangkat menjadi raja dengan gelar padshah.

Adalah hal yang patut di sayang kan, karena pemberontakan sepoy ini tidak bersifat gerakan nasional. Gerrakan sepoy ini hanyab bersifat gerakan militer saja. Hanya sedikit sekali bantuan juga dukungan yang di dapat dari rakyat untuk pemberontakan sepoy ini. Tercatat hanya di daerah Benggala dan Bihar saja, bantuan yang cukup efektif untuk pemberontakan ini. Itulah yang menyebabkan cepat berakhirnya perlawanan dari para pemberontak sepoy. Hasilnya, Inggris pun dapat kembali menstabilkan kekuasaanya atas India.

Berjuang tanpa tujuan yang sama

Adalah Indian national congress, yang menjadi tempat bernaung nya para cendikiawan India pada akhir abad ke-19 / awal abad ke-20. kongres ini sendiri pada awalnya di bentuk untuk Gerakan-gerakan Nasionalisme India. kongres juga merupakan sebuah gerakan kesatuan India, dalam menuntut kemerdekaan yang mutlak,terhadap Inggris. Anggota-anggota kongres yang terdiri dari berbagai aliran dan agama,membuat kongres kadang harus membuat sebuah keputusan yang sangat plin-plan, dan cenderung kurang tegas.

Alhasil, pada tahun 1906, muslim league pun di bentuk, sebagai bentuk pemisahan antara umat Muslim dengan umat Hindu. Mayoritas anggota Indian national congress adalah beragama Hindu, dan umat muslim merasa semakin tersisihkan saja ketika dari waktu ke waktu, umat Muslim seperti semakin tidak di urusi. Muslim League yang di pimpin Muhammad ali jinnah, semakin menuntut pemisahan diri antara Muslim-Hindu yang ada di India. Hal tersebut sungguh menyedihakan hati seorang Mahatma Gandhi, yang pada saat itu di kenal sebagai seorang Aktivis Non-kekerasan,yang tengah harum namanya karena Gerakan-gerakan kemerdekaanya dalam memperjuangkan hak-hak rakyat India atas pemerintahan kolonial Inggris, Terutama atas perjuangan Gandhi untuk kaum-kaum tertindas.

Semakin hari pemerintahan Inggris semakin tidak stabil. Gerakan-gerakan kemerdekaan yang di usung Mahatma Gandhi, yang juga di bantu Jawaharlal Nehru, semakin membuat pemerintahan Inggris terdesak, dan terus terdesak. Alhasil, pada tanggal 15 Agustus 1947, Inggris memberikan kemerdekaanya bagi India.

Sebuah kemerdekaan yang sangat ironis tentunya, karena pada saat kemerdekaan itu di proklamirkan, perselisihan antara Umat Hindu-Muslim di India, adalah sulit untuk di hentikan. Pembunuhan muslim oleh Hindu, juga sebaliknya, terjadi di mana-mana. Konflik yang banyak menelan korban jiwa. Wanita-wanita yang lemah, anak-anak yang tidak tau apa-apa, semuanya tak bisa berlari dari keganasan emosi sebagian rakyat India. Korban-korban pembunuhan, untuk sebuah kepentingan sepihak.

Masih pada tanggal 15 agustus 1947, India terbagi menjadi dua negara, yaitu, Muslim Pakistan dan Hindu India. Upacara penaikan Bendera pun di lakukan pada dua tempat yang berbeda. Hindu India mengangkat Pandit Jawaharlal Nehru sebagai Perdana Mentri. Muhammad Ali Jinnah sendiri di angkat sebagai Gubernur-Jendral oleh Muslim Pakistan.

di tempat yang terpencil, masih pada tanggal 15 Agustus 1947, Mahatma Gandhi mendiamkan dirinya dalam kesendirian,dalam kekecewaan terhadap rakyat India. Tanpa mengibarkan bendera manapun.

Persatuan hanya menjadi mimpi belaka

Setelah Negara India mendapat kan kemerdekaanya pada tahun 1947, bukanlah sebuah perdamaian dan kemerdekaan secara pasti yang ada padanya. Konflik antara Umat Muslim-Hindu tetap berkelanjutan, dan sulit untuk di buat titik temu perdamaianya. Perekonomian negara ini pun tak kunjung membaik dengan pasti, terlalu banyak ketimpangan keadaan ekonomi dalam lapisan masyarakatnya. Hal ini tentu menambah daftar konflik lagi, karena kesenjangan sosial-ekonomi yang sulit untuk di tolelir. Semakin membuat panas keadaan Negara India yang baru saja merdeka??.

Ketika begitu banyak perbedaan yang timbul, adalah suatu hal sangat sulit untuk menjadi bersatu. Meskipun begitu banyak perjuangan yang di lakukan atas nama bangsa, tapi hanya menjadi sia-sia jika di lakukan untuk kepentingan masing-masing.

Referensi :

· Mulia,T.S.G Dr. 1959. India-sejarah politik dan pergerakan kebangsaan.Jakarta : balai pustaka.

· Subantarjo. 1961. Sari sejarah. Yogyakarta : Bopkri.

· Suroto Drs. 1961. Indonesia di tengah-tengah dunia dari abad ke abad. Jambatan.

· Film : GANDHI