RENUNGAN DI BULAN NOVEMBER
http://panjikrishna.blogspot.com/2008_11_01_archive.html
Ingatan kita tentang 10 November, adalah tentang penyapu bersihan hampir di seluruh pelosok kota Surabaya terhadap rakyat Indonesia oleh tentara Inggris. Renungan tentang perjuangan rakyat Indonesia yang melawan konpirasi merugikan antara pihak sekutu Inggris – Belanda. Perlawanan yang di luar dugaan pihak Belanda, sekaligus menjadi titik balik tersendiri bagi pihak Belanda atas dugaan mereka yang salah pada waktu itu, bahwa perjuangan dalam penuntutan kemerdekaan yang mutlak ( pasca proklamasi Indonesia) pada waktu itu hanya merupakan keinginan dari sebagian pihak saja, dan tidak pernah mengakar sampai ke hati rakyat seluruh nya.
Melihat bagaimana semangat perjuangan Indonesia memutuskan tali pengahalang kesatuan diantara rakyatnya. Bersatunya para ulama, dari Nahdatul Ulama dan Masyumi, yang kemudian mereka mengerahkan para santri nya untuk terlibat langsung dalam perjuangan melawan pihak sekutu. Semangat perjuangan atas nama revolusi kemerdaan bagi bangsa Indonesia , mampu menghilangkan tujuan-tujuan yang berbeda dari para pejuangnya.
Semangat perjuangan itu sungguh menjadi sebuah renungan yang sangat bermakna untuk diresapi di bulan November ini, dengan kondisi bangsa Indonesia yang sekarang. Saat setiap nilai-nilai kemerdekaan itu, perlahan-lahan menjadi semakin buram. Tujuan dari sebuah kemerdekaan itu sendiri pun kini telah berbeda.
Pada bulan November tahun 1945, Bung Tomo dengan hebat nya menyulut semangat rakyat untuk berjuang dalam semangat persatuan bagi revolusi kemerdekaan Indonesia waktu itu. Pada bulan November saat ini, setiap orang, setiap Instansi atau pun golongan, berjuang untuk saling menjatuhkan satu sama lain. Menghancurkan citra golongan yang lain, hanya untuk menutupi kehancurannya sendiri di mata publik.
Mereka seperti para lakon, yang memainkan peranannya masing-masing di atas panggung politik. Mereka berdrama tanpa berdasar pada naskah dan tanpa berdasar pada tujuan bersama bangsa ini. Mereka dituntut untuk menjadi “sosok pahlawan” bagi golongan dan kepentingannya masing-masing. Mereka saling menjatuhkan dan bahkan menjatuhkan tokoh lainnya, yang dinggap berbeda tujuan dan hanya akan menghalangi ambisi masing-masing. Di bangku penonton, masyarakat dipaksa untuk melihat dan menentukan sendiri “sosok pahlawan” dari drama konspirasi di negeri ini. Semakin waktu, drama tersebut hanya membuat masyarakat sebagai penonton, semakin kehilangan kepercayaan kepada setiap tokoh-tokohnya, yang hanya mementingkan ambisi dan kepentingan pribadi ataupun golongan tertentu.
Di bulan November ini, bangsa Indonesia memang harus merenungkan kembali arti dari sebuah kemerdekaan. Sebab masalah utama bangsa Indonesia saat ini adalah penyalahgunaan hak-hak kemerdekaan individu/golongan, yang menyalahi konteks kemerdekaan para pahlawan terdahulu. Penyalahgunaan hak-hak kemerdekaan inilah yang menimbulkan ketidak percayaan antara satu individu dengan individu lainnya dan antara satu golongan dengan golongan lainnya. Terutama kehilangan kepercayaan masyarakat terhadap pelaksanaan sistem pemerintahan oleh para aparat nya.
Masyarakat Indonesia telah lama mengalami krisis kepercayaan hampir terhadap seluruh aparat negara. Masyarakat Indonesia telah lama kehilangan tokoh-tokoh yang mampu merangkul kembali kepercayaan masyarakat. Mereka membutuhkan tokoh dalam sosok pahlawan dalam arti yang sebenar-benarnya, sosok pahlawan dengan sikap Altruisme-nya yang sejati. Sama sekali bukan ‘sosok pahlawan’ dari hasil rekayasa politik (pahlawan jadi-jadian), yang hanya menilai suatu kebenaran berdasarkan kepentingan individu/golongan-nya sendiri.
Pahlawan memandang kebenaran itu mutlak untuk kepentingan kebaikan bangsa. Menghancurkan tembok pembeda dari setiap kepentingan ego-sentris golongan. Menggunakan intuisi kebangsaannya ketika mayoritas individu lebih memilih menyelamatkan diri sendiri dengan cara menyalahgunakan kekuasaan dalam penegakkan hukum. Pastinya, hukum yang ditegakkan sesuai dengan prosedur dan fungsi dari hukum itu sendiri. Bukan hukum yang prosedur nya dijalankan berdasarkan kepentingan kekuasaan, yang menyebabkan penyalahgunaan fungsi hukum-hukum Negara.
Sosok pahlawan bagaikan hujan yang diharapkan kemunculannya di bulan November yang semestinya bulan penghujan, walaupun kenyataanya kemarau saat ini. Kemarau kepercayaan yang telah berkepanjangan yang telah menghancurkan bangsa. Kehancuran yang bersifat diakronis dan terus terjadi secara perlahan.
Meskipun di bulan penghujan ini hujan tidak turun, tapi bangsa Indonesia yakin, bahwa pahlawan itu tidak hanya ada untuk di bulan penghujan saja.
Semoga kemarau kepercayaan ini dapat segera teratasi secepatnya,sehingga kehancuran bangsa ini dalam bentuk ang lebih fatal bisa dihindari sedini mungkin. Sedang pemaknaan terhadap sosok pahlawan ini tidak hanya dilakukan oleh bangsa indonesia saat hujan turun di bulan penghujan saja, tapi disetiap hari. Bukan untuk saling menyudutkan satu sama lain, tapi untuk dimulai dari semangat altruisme dalam diri sendiri.